Masakan Arab Betawi


Diambil sepenuhnya dari Kompas.com tanpa penambahan dan pengurangan sedikit pun.
Pernah kenal jajanan khas Betawi yang bernama Ali Bagente? Bahkan orang-orang etnis Arab-Betawi pun sudah banyak yang tidak lagi mengenal jajanan ini. Sederhana sekali. Cuma kerak (sisa nasi yang mengeras di pantat kuali ketika menanak) yang dikeringkan, kemudian digoreng, dan disiram kinca (gula merah).

Sop Kikil spesial
Sop kikil spesial.

Dugaan saya, dulunya si Ali sangat suka jajanan ini dan cinta pada orang yang membuatkan jajanan ini untuknya. Karena itu dia lalu bilang: “Ali bah ente.“ (Ali cinta kamu). Maka, serta-merta orang menyebut jajanan itu dengan nama Ali Bagente. Dasar telinga Betawi! He he he ….

Di masa lalu, komunitas Arab-Betawi kebanyakan bermukim di daerah Kebon Pala (kawasan Tanahabang) dan Kebon Nanas (kawasan Jatinegara). Khusus etnis Arab yang berasal dari Pekalongan, ketika pindah ke Jakarta mereka kebanyakan bermukim di daerah Condet Batuampar. Sekarang, karena mulai ’terjepit’ oleh pembangunan, maka banyak warga etnis Arab dari Kebon Pala dan Kebon Nanas yang juga ikut berkumpul di Condet. Menurut seorang warga, hampir 80 persen penduduk Condet sekarang berasal dari keturunan Arab.

Tak heran kalau di Condet sekarang kita banyak menemukan masakan Arab. Di Jalan Otto Iskandardinata (Otista), Jakarta Timur, kini hanya tinggal satu rumah makan masakan Arab, yaitu milik pemain sinetron Haji Nazar Amir.

Belum lama ini saya diajak teman lama – Mas Harun Musawa dan istrinya, Mbak Nunik – makan di kawasan Condet, Jakarta Timur. Saya diajak ke sebuah rumah bercat hijau tanpa papan nama di Jalan Condet Raya. Memasuki rumah sederhana, tampak beberapa meja rendah untuk makan lesehan (duduk di lantai). Di kartu menu disebut ”Hidangan Khas Jawa Timur”. Tetapi, lho, kok tidak ada rawon?

Tulisan itu memang sangat misleading. Pemilik rumah, Thalib Musawa, sebetulnya malah kelahiran Jawa Tengah. “Tetapi, ibu saya dari Banyuwangi,” katanya berkilah. Dan menu makanan yang tercantum di sana semuanya adalah masakan Arab. Gule kacang ijo, misalnya, tentu sebetulnya adalah dalcha.

Gule Merah
Gule Merah.

Kami memesan nasi tomat, sop kikil spesial, dan gule merah. Nasi tomatnya mengingatkan saya pada Nasi Kandar ”Pelita” di Penang, Malaysia. Nasi khas masakan Mamak (Muslim India). Tomat direbus, lalu dibuang kulitnya. Air rebusan dan tomatnya dipakai untuk menanak nasi yang dibumbui. Karena itu, rasa asam dari tomatnya terasa nendang banget pada sajian ini. Dalam nasi tomat itu juga saya temukan salam koja (sering disebut juga sebagai daun kari) yang memang banyak dipakai sebagai bumbu masakan Arab.

Gule merahnya sangat medok. Sangat bersantan dan berbumbu. Dagingnya empuk. Sop kikilnya berkuah encer, tapi dagingnya empuk – kikil yang masih menempel di kaki kambing. Kalau mau kuah yang kental, harus bilang kaldu kikil ketika memesan.

Pada tiap hari Jumat, Thalib juga menyediakan menu khusus yang disebut harisa – bubur daging kambing dengan oatmeal (havermout, bubur gandum). Harisa disajikan dalam mangkuk, dan dibubuhi sesendok mentega di atasnya. (Hmm, minyak samin tentu lebih afdol, ya, mestinya?). Sesendok pertama yang saya cicipi membuat saya langsung berpikir ke corned beef. Havermout-nya basa-basi banget. Yang lebih banyak justru daging kambing yang sudah dimasak lama hingga sangat empuk dan sudah hancur. Sangat machtig! Berbeda dengan bubur kambing a la Pekalongan (pakai beras dan banyak bawang merah) yang pernah saya cicipi di tempat William Wongso. Kata salah seorang tamu lain, kalau mau makan harisa yang paling enak, harus cari di daerah Kwitang. Well, not my cup of tea!

Di meja juga tersedia roti untuk sarapan atau cemilan yang disebut roti mariam (kadang-kadang disebut juga sebagai roti konde). Sangat mirip roti canai, tetapi dalam versi lebih bantat. Dimakan dengan taburan gula halus dan kayu manis – menjadikannya sangat mirip danish roll.

Tidak jauh dari rumah makan Thalib Musawa, ada sebuah rumah makan Arab lain yang lebih terkenal. Namanya ”RM Puas”. Jangan salah, ini bukan cabang ”RM Puas” di Pekalongan yang legendaris karena nasi kebulinya yang kondang ke mana-mana. ”Puas” sebenarnya adalah perusahaan jasaboga (catering) merangkap rumah makan yang sudah punya tiga gerai di Jakarta, yaitu di dekat Mesjid As-Sholihin Condet, di belakang RCTI Kebon Jeruk, dan di Jalan Raya Jatiwaringin.

Ha, mungkin ketika membaca tulisan ini ada di antara Anda yang sambil bertanya-tanya: ke mana gerangan nasi kebuli lezat yang dulu mangkal di Hotel Sriwijaya, Jalan Veteran, Jakarta Pusat? Ya, inilah dia! Shadiq Assegaff, pemiliknya, memang sudah menutup gerai yang di Hotel Sriwijaya dan pindah ke Condet untuk mendekati stakeholders-nya yang banyak bermukim di sana.

Hidangan unggulan ”Puas” adalah roti jala dan roti canai. Keduanya bisa dimakan dengan kari kambing (atau ayam) yang bisa bikin lidah berdansa. Tentu saja “Puas” juga punya nasi kebuli (ayam dan kambing) yang banyak disukai orang. Jangan lewatkan sambosa untuk appetizer dan kue srikaya sebagai pencuci mulut. Martabak “Puas” juga punya penggemar luas.

Selain versi rumah makan dan restoran, ternyata, di Jakarta juga ada masakan Arab yang dikemas dalam versi gaul. Coba singgah ke “Little Baghdad” di daerah Kemang. Kafe yang hanya buka malam ini merupakan salah satu tempat rendezvous favorit para remaja. Kalaupun makanannya tidak hebat-hebat amat, di sini mereka bisa mengisap sheessa – merokok menggunakan pipa air khas Timur Tengah.

Di Jakarta ada beberapa restoran yang menghidangkan masakan Arab. Di daerah Petamburan, misalnya, ada ”Sindbad” yang terkenal dengan nasi briyani dan nasi kebuli-nya. Di Jalan Raden Saleh juga ada beberapa restoran yang menyajikan masakan Timur Tengah. Tetapi, bagi warga etnis Arab, restoran-restoran yang saya sebut tadi lebih ’meng-India’. Masakan India memang lebih kaya bumbu dibanding masakan Arab. Ada juga ”Anatolia” di Kemang yang lebih berciri Turki.

Bagaimana pula dengan nasi goreng kambing? Ah, kalau kita mengenal masakan peranakan yang merupakan campuran seni masak Indonesia-Tionghoa, mungkin nasgorkam ini termasuk gagrak cara masak silang Indonesia-Arab.

Yang dianggap otentik masakan Arab adalah restoran ”Hadramaut” di Jalan Tambak. Hadramaut adalah nama lain dari Yaman (Yemen). Menu ”Hadramaut” sangat sederhana dan straightforward: kambing atau ayam. Kalau siang hanya ada mandhi (kambing atau ayam yang dimasak dalam oven khusus di dalam tanah). Sedang malam harinya cuma ada madbhi (kambing atau ayam panggang/bakar). Kambing atau ayam disajikan bersama nasi berbumbu gurih (semacam nasi kebuli). Dagingnya sangat empuk. Kalaupun ada sayuran, salad yang dihidangkan (harus dipesan khusus) hanya terdiri atas irisan timun dan bawang bombai.

Yang unik, di ”Hadramaut” kita bisa makan mengikuti tradisi Arab yang khas. Kalau kita makan berempat, misalnya, nasi dan lauknya akan dihidangkan dalam satu talam besar, dan kita berempat makan ramai-ramai secara komunal dari satu talam yang sama. Jangan lupa memesan kopi yang dahsyat. Nikmat, dah!

Nasi tomat
Nasi tomat.

Ahlan wa sahlan!

Share on Google Plus

About Facemall

0 komentar:

Post a Comment